Rabu, 18 Juli 2012

Psikologi Pemilih ditengah Badai Korupsi

Sejauh ini hasil quick count dari berbagai lembaga survey menggambarkan kemenangan pasangan Jokowi-Ahok dalam pilkada DKI 2012. Hal ini merupakan berita yang mengejutkan berbagai pihak terutama lembaga-lembaga survey yang selama ini berkoar-koar dengan hasil survey nya yang memenangkan pasangan inkumben. Tidak bagi saya dan mayoritas warga DKI (saya sudah memprediksikan lewat postingan saya sebelumnya) bahwa pilkada ini akan dimenangkan pasangan yang diusung PDIP-Gerindera.
Tidak ada analisa yang menjlimet dari tulisan ini, tidak akan dijumpai teori yang cerdas dalam tulisan ini. Ini adalah tentang kesadaran (consciousness) sebagai warga negara sebagai personal.
Bermacam strategi kampanye dilakukan para kandidat-kandidat yang akan bertarung dalam pilkada DKI seperti penyebaran poster-pamflet-spanduk-brosur-selebaran baik berisikan tentang program, slogan maupun foto. Dilain kesempatan ada yang merlakukan pengobatan gratis, pengerahan massa, mengundang artis, bakti sosial, santunan dan banyak tingkah polah lain dimana sang pemilik suara terbanayak tidak atau minimal melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh para rival.
Jokowi-Ahok berkampanye simpatik dengan bertatapan langsung dengan masyarakat, bersahaja, jauh dari arak-arakan mobil mewah, malah menggunakan fasilitas angkutan umum serta menolak menggunakan stadion GBK sebagai unjuk massa. Tapi apakah itu kunci kemennagan pasangan ini? Tidak! Maksudnya bukan hanya itu, ini hanya remah hanya faktor kecil.
Kesahajaan kampanye yang dilakukan Jokowi dan Ahok tidak cuma pada masa kampanye Pilkada DKI Jakarta saja, tapi jauh sebelum itu.
Semua orang tahu kalau Jokowi saat ini memimpin kota SOLO, dia dikenal rakyatnya sebagai pemimpin yang bersahaja, dekat dengan rakyat, bersih dari korupsi dan sukses mengembangkan daerahnya, malah berani melawan keputusan atasannya untuk memberi peluang bagi kapitalis besar membuka mall diwilayahnya.
Banyak juga orang yang tahu sepak terjang Ahok sebagai bupati Belitung, tak jauh beda dengan Jokowi. Melihat Ahok sama dengan melihat Jokowi, mereka adalah pemimpin yang dicintai rakyatnya karena merekalah satu-satunya pemimpin yang menjadi pelayan rakyatnya saat ini.
Tindakan mereka akhirnya terekam dalam benak masyarakat, masyarakat kini punya persepsi tentang pemimpin ideal.
Apakah hanya faktor tersebut diatas yang membuat mereka terpilih sebagai suara mayoritas hasil quick count? Tidak!
Pasangan Jokowi-Ahok berkebetulan berada pada tempat dan waktu yang tepat.
Pilkada DKI Jakarta yang dilakukan pada tgl 11 juli 2012 ini adalah momen besar bagi tokoh-tokoh yang dipersepsikan sebagai malaikat. Karena apa?
Saat ini di media berita tentang kebobrokan pejabat negara yang melakukan korupsi begitu intens dan mengerikan. Korupsi sudah seperti badai tornado yang melanda negara ini. Century sudah mulai dilupakan, namun ingatan itu masih ada lalu dihantam lagi dengan kasus petinggi-petinggi partai Demokrat yang diduga melakukan megakorupsi, korupsi kitab suci, kementerian agama yang diduga sebagai institusi yang paling banyak menghabiskan uang negara dan ribuan masalah lain. Pastinya membuat masyarakat jenuh seperti melihat kabut gelap yang mengerikan.
Gambaran tersebut menjadi kontras ketika sosok Jokowi-Ahok muncul ke permukaan. Pasangan ini seperti air bening ditengah gurun maka mereka layak dipilih.
Namun bila pemilu dilaksanakan 5 tahun yang lalu atau pada kesempatan lain, belum tentu pasangan ini menang.
Analoginya adalah seperti pada pemilu presiden tahun 2009 lalu, ketika dimenangkan dengan telak oleh pasangan SBY-Budiono.
Pada saat itu masyarakat punya persepsi tentang pemimpin yang tegas dan pro rakyat kecil pada sosok Mega-Prabowo, lalu ada sosok JK yang dinilai sebagai sosok yang bertindak cepat dan tepat. Namun mereka tidak memiliki suara yang signifikan sehingga bisa dikalahkan hanya dalam satu putaran.
Saat itu kehadiran sosok Mega-Prabowo tidak memiliki nilasi urgensi sebagai tokoh yang Tergas dan Prorakyat kecil, begitu juga JK-Wiranto kehadiran mereka tidak memiliki signifikansi yang penting untuk menjadi pemimpin yang betindak cepat dan tak ragu-ragu. Karena pada saat itu issue politik dalam negeri cenderung stabil. Tidak ada gejolak dan fluktuasi gelombang politik ekonomi  seperti saat ini.
Ini hanya sekedar asumsiku.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More