Rabu, 09 April 2014

Menakar Insting Politik Para Politisi

Hasil quick count sementara beberapa lembaga survey hasil pemilihan umum legislatif 9 April 2014 menempatkan PDIP sebagai peringkat teratas perolehan suara diantara 15 partai peserta pemilu. Oleh karena itu boleh dikata masing-masing partai peserta pemilu harus melakukan koalisi demi mengegolkan calon presidennya dalam pilpres 9 Juli 2014.

Pada mulanya PDIP bersama Gerindra memiliki hubungan yang mesra sebagai partai oposisi bersama Hanura terhadap pemerintahan SBY yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum partai Demokrat. Sayangnya kemesraan sesama partai oposisi plus pengalaman maju bersama dalam pilpres 2009 kandas perihal polemik wanprestasi PDIP pada perjanjian Batu Tulis dalam mendukung Prabowo sebagai calon presiden pada pilpres yang akan datang. Bahkan sebelum kasus ini mencuat Megawati pernah menyindir Prabowo sebagai 'penumpang gelap' ada kampanye pemilihan Gubernur Jakarta 2012 silam.



Tabiat politik yang ditunjukkan Megawati ini terlihat sebagai sosok egosentris, ketika eksistensinya terganggu oleh silau popularitas partner politiknya sendiri.

Tak bisa kita pungkiri bahwa pesona sang mantan Danjen Kopassus ini memiliki kharisma tersendiri terbukti dari melonjaknya suara Partai Gerindra hingga 2 kali lipat dari pemilu sebelumnya padahal partai ini masih seumur jagung.

Dari fenomena tersebut dapatlah kita meraba-raba kemungkinan koalisi apa yang akan terjadi untuk menyambut pilpres yang akan datang.

Diatas kertas setidaknya ada 3 atau 4 pasangan capres-cawapres yang akan bertarung Juli nanti. Dimana menurut prediksi penulis dari tiga besar partai pemenang pemilu legislatif masing-masing akan membawa capresnya sendiri. Yaitu PDIP dengan capres Jokowi, Golkar dengan cappresnya Abu Rizal Bakrie dan Gerindra dengan capres Prabowo Subianto.

Namun seperti apa koalisi yang akan terbentuk karena masing-masing partai tidak memenuhi target Presidential Threshold sebesar 20%. Berikut prediksinya:

1. PDIP

PDIP yang dipimpin ketua umum Megawati Soekarnoputri telah mengalami degradasi ideologi. Semasa kepemimpinannnya tercatat melakukan kebijakan yang anti nasionalis seperti menjual asset BUMN kepada pihak asing serta melakukan kontrak gas tangguh dengan China yang merugikan negara juga tak kalah hebohnya ialah terlepasnya Pulau Sipadan - Ligitan dari wilayah NKRI. Sehingga untuk melakukan partner koalisi PDIP cenderung pragmatis dan emosionil terlihat pada pilpres sebelumnya, pada pilpres 2004 Megawati berpasangan dengan KH. Hasjim Muzadi ketua PBNU, sedangkan pada pilpres 2009 beliau berpasangan dengan Prabowo.

Padahal secara ideologis dan praksis politiknya Megawati relatif memiliki kesamaan kebijakan dengan pemerintahan Partai Demokrat yang Neoliberalisme. Berbeda jauh dengan jargon-jargon yang dikumandangkan mantan partner politiknya Prabowo Subianto dimana memiliki program-program kemandirian ekonomi dan energi. Sementara bukan rahasia umum lagi kalau Megawati dengan SBY memiliki konflik emosional yang dramatik.

Jadi berdasarkan karakter Megawati yang emosionil dan pragmatis maka kemungkinan PDIP akan berkoalisi dengan PKB, Nasdem, PPP, atau Hanura.

Maka pasangan Capres-Cawapres yang ideal menurut hemat saya adalah Jokowi-Mahfud atau Jokowi-Surya Paloh karena selain mereka adalah wajah-wajah baru juga memiliki harmoni antara Nasionalis-Islam atau Jawa-Luar Jawa.

2. Golkar

Sebagai Runner up tentu Golkar juga tak mau kalah untuk menawarkan capresnya sendiri yang telah digadang-gadang sejak jauh-jauh hari sebelumnya walaupun mengundang gesekan internal dalam tubuh partai pohon beringin itu.

Berdasarkan hasil pemilu sebelum-sebelumnya perilaku konstituen Golkar dalam menentukan pilihan sosok tokoh pemimpin dalam hal ini pilpres ternyata sangat cair. Pada pemilu 2009 dimana sang ketua umum Jusuf Kalla berpasangan dengan Wiranto sebagai cawapres tidak serta merta menjamin semua konstituen Golkar memilih mereka hal ini ditunjukkan dengan hasil suara pilpres Juli 2009 lebih rendah dibandingkan hasil suara pileg 3 bulan sebelumnya. Penting bagi Golkar untuk mencari pasangan ARB sebagai cawapres adalah tokoh yang memiliki elektabilitas tinggi.

Satu hal kelebihan Partai ini dalam menentukan partner koalisi cenderung memiliki jangkauan ideologis yang lebih luas. Namun dari semua partai politik yang paling mungkin berkoalisi dengan Golkar adalah PKS. Sebab selain PKS pernah menjadi partner Golkar dalam setgab pemerintahan SBY, PKS merupakan partai pragmatis yang sudah lama mengincar kedudukan RI-2.
Jadi kemungkinan pasangan capres-cawapres koalisi ini adalah Abu Rizal Bakrie - Anis Matta

3. Gerindra

Pecah kongsi antara Megawati dan Prabowo akan membuat pilpres 2014 semakin menarik. Disini insting Prabowo sebagai prajurit akan diuji agar kekalahan yang sama tak terulang dalam pilpres kali ini. Kesuksesan Partai gerindra dalam pileg 9 April 2014 kemaren tidaklah lengkap tanpa dibarengi dengan kemenangan dalam pilpres 2014.

Prabowo berdasarkan survey elektabilitas sebagai capres memang menempati posisi yang tinggi, namun keperkasaan Jokowi menjadi catatan tersendiri. Mendapatkan pasangan ideal bagi Prabowo bukan hal yang mudah. Secara ideologis Prabowo mewakili kaum nasionalis dan militer bahkan terkesan kiri. Sehingga mencari pasangan wapres dari kalangan NU atau Muhammadiyah juga merupakan hal penting untuk mendongkrak elektabilitas.

Namun disisi lain, pudarnya kesakralan tokoh Islam masa kini, seperti skandal korupsi dan moral yang melibatkan tokoh yang mempresentasikan kaum agamis membuat konstituen cenderung lebih sekuler dalam menjatuhkan pilihannya. Seperti terpilihnya tokoh-tokoh diluar Islam sebagai pemimpin daerah di wilayah mayoritas muslim. Untuk itu Prabowo mesti menempatkan tokoh yang kredibel sebagai pendampingnya dibandingkan bersusah payah mencari simpati dari golongan mayoritas Islam.

Berkoalisi dengan tokoh Demokrat atau Nasdem merupakan koalisi strategis yang menjanjikan, mengingat elektabilitas Dahlan Iskan dan Anies Baswedan juga tak jelek.

Menurut penulis pasangan ideal dari Gerindra adalah Prabowo - Anies atau Prabowo - DI

3. Poros Tengah Jilid II

Gabungan setidaknya 3 partai-partai medioker juga memiliki potensi untuk menjadi pasangan alternatif bagi kalangan muslim konservatif/tradisional. Apalagi beberapa partai ini pernah bergabung dalam setgab pemerintahan SBY.

Jangan heran bila 'Rhoma Irama Efect' akan berlanjut hingga pilpres 9 Juli nanti.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More