Rabu, 18 Juli 2012

Meraba Sikap Politik PKS pada Pilkada DKI Putaran II

1342057744457720979
Warga melintas di depan lukisan dinding yang mengajak untuk memilih dalam pilkada DKI Jakarta di Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (7/7/2012). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan 11 Juli mendatang sebagai hari libur di wilayah DKI berkenaan dengan Pilkada DKI Jakarta./Admin (KOMPAS/Agus Susanto)
Pendukung pasangan HNW-Didik pastinya kecewa dengan hasil quick count pilkada DKI 2012 dengan hanya mendapatkan sekitar 11% suara. Euforia pilkada 5 tahun lalu sewaktu mengusung Adang Dorojatun sebagai calon gubernur DKI pupus sudah. Tentunya elit partai yang berbasis massa Islam intelektual  itu akan melakukan evaluasi internal terhadap hasil yang telah dicapai untuk menentukan langkah-langkah politik kedepan. Evaluasi ini sangat strategis mengingat pertarungan yang lebih besar dan penting akan dihelat tak lebih dari 24 bulan lagi.
Belajar dari hasil pemilu 2009 dimana suara PKS anjlok hingga separuhnya dibanding pemilu 2004 ditambah lagi kejadian yang hampir sama kini menimpa kubu demokrat. Mengingat pencapaian jumlah suara hasil pemilu 2009 lalu Partai Demokrat meraup 34% suara namun kini dalam pilkada DKI 2012 suara itu tidak meningkat signifikan yang dicerminkan dari hasil suara Foke-Nara yang diusungnya padahal pasangan ini didukung oleh koalisi 11 partai. Bukan tidak mungkin secara riil hasil perolehan suara dari pendukung demokrat yang masih loyal hanya tinggal beberapa persen saja, sebagaimana yang terjadi pada PKS sewaktu pemilu legislatif 2009.
Tren pemilih warga DKI yang begitu dinamis tentu disikapi oleh para timses masing-masing partai dengan sangat hati-hati.
Hilangnya suara PKS pada pemilu legislatif 2009 dinilai karena PKS belum benar-benar memberikan bukti sebagai partai yang bersih/antikorupsi. Tidak adanya prestasi signifikan yang ditorehkan oleh kader-kadernya dalam kabinet Indonesia Bersatu jilid I. Sehingga swing voters mengalihkan suaranya ke pendatang baru partai Demokrat akibatnya yang tersisa adalah pendukung militan PKS diperkirakan sekitar 10% dari warga DKI. Hal ini diperkuat dengan hasil quick count pilkada DKI dengan memperoleh 11% suara untuk pasangan HNW-Didik.
Untuk selanjutnya PKS akan dihadapkan oleh pilihan yang sulit dalam memutuskan langkah koalisi dalam pilkada DKI putaran II. Sikap politik yang diambil akan berpengaruh besar pada citra partai kedepan alih-alih pemilu legislatif 2014 mendatang.


Menurut saya ada 3 opsi sikap politik PKS pada pilkada DKI putaran II:
1. Koalisi dengan Demokrat
Ini adalah pilihan yang paling mungkin ditubuh PKS, karena PD adalah mitra koalisi PKS di pemerintahan dan DPR walaupun kadang-kadang PKS mbalelo. Tetapi hal yang paling esensial adalah PKS sebagai Partai Dakwah yang dikenal sangat menjaga nilai-nilai Islami yang begitu kental tidak akan mudah berkoalisi atau memilih pemimpin yang berlatar belakang tidak beragama Islam. Tentu saja keputusan ini akan digodok di dewan Syariah PKS. Bisa diduga dewan syariah dan kalangan tradisional dalam internal PKS akan berpendapat bila masih ada pemimpin yang muslim maka tentusaja pilihan tak akan diberikan kepada yang tidak muslim. Apabila golongan tradisional berpendapat demikian maka Foke-Nara lah yang menjadi mitra koalisi.
Konsekuensinya apa?
Berkoalisi dengan PD pada masa sekarang adalah harakiri politik, sebab saat ini popularitas PD anjlok karena banyaknya kasus korupsi yang membayangi petinggi-petinggi Demokrat. Ditambah lagi PKS terkesan sebagai partai pro-status quo, apalagi Foke adalah mantan rival PKS pada pilkada sebelumnya.
2. Koalisi dengan PDIP-Gerindra
PDIP-Gerindra cenderung bertindak sebagai oposisi dalam pemerintahan SBY yang notabene PKS ada didalamnya. PKS dan PDIP tidak memiliki sejarah politik yang indah dalam parlemen maupun pemerintahan. Namun Jokowi dan HNW sebagaimana diberitakan memiliki ikatan emosional secara personal, hal inilah membuat sebagian orang berspekulasi kalau koalisi ini akan terjadi. Tapi faktor tersebut tidak populer dalam dunia politik, koalisi politis memiliki hitung-hitungan jangka pendek dan jangka panjang. Sosok Jokowi dan Ahok sudah melekat dalam benak masyarakat sebagai sosok pemimpin yang bersih dan antikorupsi dimana PKS selalu mengusung jargon tersebut sebagai alat kampanyenya. Kesamaan platform inilah yang memungkinkan PKS berkoalisi dengan PDIP untuk putaran II.
Konsekuensinya:
Manufer politik yang dilakukan PKS dengan mengusung calon pemimpin dari kalangan Islam abangan dan Nasrani akan memberikan citra bahwa PKS adalah partai Islam yang inklusif dan terbuka. Sentimen negatif yang mengasumsikan bahwa PKS terdiri dari orang-orang Islam beraliran wahabi akan terbantahkan. Hal ini sangat strategis untuk menarik simpati swing voters dari kalangan nasionalis dan Islam moderat. Bukan hal yang tak mungkin pada pemilu 2014 suara yang dulu pernah diambil PD akan kembali ke pangkuan PKS mengingat popularitas PD semakin anjlok. Namun bagi pemilih tradisional yang selama ini loyal kepada PKS kemungkinan akan menolak sikap politik ini, karena PKS lebih mementingkan kepentingan politik daripada khittahnya sebagai partai dakwah.
3. Tidak memiliki Sikap resmi dalam berkoalisi
Pilihan ini adalah pilihan paling aman yang akan diambil oleh PKS bila dialektika internal tidak menghasilkan keputusan yang mantap dalam berkoalisi pada putaran II. Berdasarkan kedua opsi diatas tentu saja PKS tidak ingin ikut-ikutan menanggung beban dosa politik partai demokrat berikut Fauzi Bowo yang disebut-sebut menyelewengkan APBD. Dilain pihak PKS juga tidak mau kehilangan suara dari pendukung militannya yang loyal.
Konsekuensinya:
Masyarakat akan menilai PKS adalah partai yang tak memiliki sikap politik yang tegas. Sikap ini adalah blunder politik dimana PKS terjebak untuk kedua kalinya dalam lobang yang sama seperti sewaktu pemilu presiden 2009. Pada waktu itu PKS sudah menggadang-gadang kadernya untuk disandingkan dengan SBY, bahkan berisyarat akan menarik dukungan bila salah satu kadernya tidak dijadikan wakil presiden. Pendukung PKS banyak yang kecewa ketika SBY lebih memilih Budiono sebagai wakil, terlebih lagi ketika akhirnya PKS memutuskan koalisi dengan pemerintahan SBY.
Lantas apa kira-kira opsi yang akan dipilih PKS? Wallahu a'lam bishowab...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More