Selasa, 20 Mei 2014

Ketika HAM di Gunjingkan

Atmosfer pemilihan presiden 2014 terasa panas membara, dua pasangan calon presiden dan wakil presiden akan memperebutkan tahta istana Merdeka untuk 5 tahun kedepan.

Pada tanggal 19 April 2014 Joko Widodo yang masih berstatus Gubernur DKI Jakarta bersama cawapresnya HM. Jusuf Kalla yang juga pernah menjabat jabatan yang sama bersama SBY pada priode 2004-2009 mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum.

Keesokan harinya dengan diiringi puluhan ribu pendukung giliran Prabowo-Hatta mendaftarkan diri sebagai kontestan kedua pasangan capres-cawapres untuk pilpres yang akan diadakan 9 juli 2014 nanti.


Ada fenomena yang menarik dari pilpres kali ini, karena Jokowi sebagai tokoh pendatang baru dalam kancah perpolitikan Nasional pernah menghipnotis negeri ini sebagai wong ndeso yang sukses menumbangkan petahana Gubernur DKI Jakarta waktu itu Fauzi Bowo.

Sosok Jokowi dikenal saat itu sebagai ikon generasi muda yang bersih dan progresif, beliau ibarat oase ditengah padang yang tandus ketika elit kekuasaan dicekam kelakuan koruptif nan masif. Bersama pasangannya Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok juga tokoh muda yang dikenal vokal dan bersih. Diluar prediksi lembaga survey bahwa pasangan ini akan memenangkan pilkada DKI yang juga memiiki atmosfir sama membara seperti pilpres kali ini.

Gegap gempita jargon Jakarta Baru yang diusung Jokowi anti klimaks dengan keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang mencalonkan beliau sebagai capres dari PDI Perjuangan mengingat berdasarkan lembaga survey elektabilitas Jokowi sebagai capres tertinggi diantara calon yang lain. Berbagai pendapat bermunculan baik pro dan kontra mengingat masa jabatan yang terlalu singkat sebagai gubernur yang selayaknya menuntaskan tugasnya selama 5 tahun kepemimpinan. Dilain pihak banyaknya dukungan agar Jokowi terus maju untuk mengikuti perhelatan yang lebih besar yaitu menuju tampuk RI-1 demi suatu harapan perubahan.

Dilain pihak Prabowo Subianto yang merupakan mantan Danjen Kopassus bisa menggagalkan rencana Jokowi untuk melampiaskan hasrat kuasanya. Namun Prabowo Subianto memiliki catatan kelam bagi kalangan aktifis Hak Azasi Manusia, sebab beliau dituding bertanggungjawab dalam hal penculikan aktifis pro demokrasi pada masa awal reformasi 1998.

Namun bagi kalangan pendukungnya Prabowo memiliki potensi besar untuk mewujudkan harapan Indonesia yang lebih bermartabat dengan jargon Indonesia sebagai Macan Asia, tentu menepis tuduhan pelanggaran HAM yang pernah dilakukannya. walaupun beliau diberhentikan dengan tidak hormat dari institusi TNI melalui mahkamah militer namun pelanggaran HAM yang dituduhkan padanya serta merta tidak terbukti.

Sisi kontroversi dari seseorang bagi lawan politik adalah hal yang perlu diumbar demi menciptakan opini negatif ditengah masyarakat pemilih. Tak itu saja gosip yang tak jelas darimana asal usulnya mendeskreditkan bahwa Prabowo pernah dikebiri oleh tentara Timor Leste sewaktu bertugas disana. Kabar yang sangat diragukan kebenarannya ini juga menjadi topik pendeskreditkan sosok Prabowo. Malah didunia maya oleh lawan-lawan politiknya ada cemoohan tentang anak semata wayangnya memiliki orientasi seksual suka sesama jenis, karena berprofesi sebagai desainer. Belum cukup lagi dengan itu, keretakan rumah tangga Prabowo dengan isterinya yang merupakan anak dari mantan Presiden Soeharto dianggap sebagai pribadi yang gagal.

Hujatan demi hujatan yang ditimpakan kepada Prabowo dinilai bersifat tendensius dan diluar konteks dalam hal ketatanegaraan. Bandingkan dengan sosok Jokowi dimana beliau belum menuntaskan jabatannya sebagai Gubernur DKI yang masih memiliki segudang PR telah memupus harapan warga Jakarta yang pernah menumpukan harapannya untuk Jakarta Baru. Belum lagi kasus korupsi pengadaan Busway mencapai angka 1,5 Trilyun rupiah namun Jokowi masih lebih sibuk meminta cuti untuk kepentingan partainya.

Fenomena ini adalah hal yang begitu absurd dalam perpolitikan kita, dimana satu sosok dicemooh sebagai pelanggar HAM namun justeru sosok ini telah dihantam dengan tuduhan-tuduhan yang tak manusiawi. Kita tak perlu merunut satu persatu pasal-pasal tentang Hak Azasi Manusia, mencermati fenomena ini tentu rasa empati kita selayaknya tergugah untuk mengatakan 'enough' pendeskreditan Prabowo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More