Senin, 14 April 2014

Surat Terbuka untuk Prabowo

Salam Indonesia Raya!

Semoga Pak Prabowo berkenan membaca surat saya ini, karena setahu saya Bapak hobi membaca apalagi sekarang malah hobi membaca puisi.

Pak Prabowo yang terhormat, untuk diketahui sudah 3 masa pemilu terakhir saya memilih untuk golput termasuk sewaktu pencalonan Bapak sebagai wakil presidennya Megawati.

Harap dimaklumi, pasca reformasi 1998 saya menaruh harapan besar akan bangkitnya negara kita tercinta ini, apalagi saya termasuk saksi sejarah masa-masa itu sebagai bukti saya masih menyimpan peluru yang pernah dilepaskan pasukan Brimob yang sekarang masih bersarang didalam paha kiri saya.

Tahun 1999 adalah tahun terakhir saya mengikuti pemilu, pertama saya gembira ketika Gus Dur secara mengejutkan terpilih menjadi Presiden RI yang ke-3, walaupun saya sempat sedih melihat elit-elit politik berkoalisi sedemikian rupa demi menggagalkan seorang perempuan yang sudah sepantasnya memimpin negeri ini dimana partainya yaitu PDI-Perjuangan dipilih lebih dari 1/3 rakyat Indonesia menjadikannya sebagai partai pemenang pemilu.


Sementara itu dimasa Gus Dur secara drastis bangsa ini diajarkan tentang arti Bhinneka Tunggal Ika yang sudah luntur diakhir masa pemerintahan Orde Baru (ORBA) serta juga nilai-nilai demokrasi sejati. Namun sayang pemerintahan itu harus berakhir lagi-lagi oleh sebuah konspirasi para elit politik suatu hal menyedihkan bagi bangsa yang masih baru belajar tentang arti sebuah komitmen politik dan demokrasi.

Tapi peristiwa itu tidak serta merta membuat saya terluka sebab dari awal saya menganggap kursi Presiden itu memang haknya Megawati Soekarnoputri putra dari seorang Proklamator bangsa ini, yaitu Ir. Soekarno seorang pemimpin yang memiliki mimpi untuk mempersatukan seluruh kekuatan bangsa baik Islam-Nasionalis bahkan Komunis dan yang paling penting beliau adalah tokoh Nasionalis dimana nilai-nilai ke-Indonesiaan menjadi harga mati, lantas bangsa ini harus dilindungi dari imperialisme maupun kolonialisme.

Namun apa sebab luka yang membuat saya kembali menjadi apatis terhadap demokrasi yang dilakoni bangsa ini?

Saya tentu berharap banyak terhadap putra sang proklamator itu. Menjadi lawan politik ORBA bukanlah lakon yang enteng, Megawati adalah sosok teraniaya sebagaimana Bapaknya serta 'marhaenis-marhaenis' pendukungnya. Namun beliau mampu melewatinya hingga ada waktu yang memberikannya kesempatan untuk berbuat daripada menangis sebagaimana hal yang selalu ditunjukkannya diawal-awal reformasi.

Tapi apa yang terjadi pada masa 3 tahun pemerintahannya? Investor asing begitu mudahnya mencomot aset-aset vital negara seperti halnya Indosat, jadi kenapa kita mengutuk penyadapan para petinggi Negara ini oleh pihak intelijen asing? Belum lagi kontrak gas alam Tangguh dengan negara RRC yang sangat merugikan bangsa ini. Disamping itu apa prestasi pemerintahannya? I have no idea.

Sukurnya pemerintahan beliau tidak berlanjut, sifat kaku begitu dapat dilihat saat diwawancarai jurnalis malahan jauh dari sosok cerdas, beliau malah terkesan sangat feodal namun mengaku sebagai Partainya wong cilik. Kader PDI-Perjuangan tersebar diseluruh pelosok negeri ini bertindak seolah penguasa baru yang kemaruk kekuasaan sehingga ada plesetan PDI-Preman. Puncaknya adalah perseteruan dengan anak buahnya sendiri melalu "sinetron" air mata jilid II. Dan 'gila'-nya anak buahnya tersebut konon hanya sebagai Menteri yang teraniaya karena tidak diundang rapat namun media mengemasnya sedemikian rupa seolah-olah penindasan ORBA masih jauh lebih enteng. Bukti dengan terpilihnya sang menteri melankolis sebagai the Next Presiden bersama Jusuf Kalla adalah cermin belas kasihan rakyat pada sosok yang teraniaya.

Pak Prabowo yang terhormat, semoga bapak masih menyimak celotehan saya ini.

Tahun 2009 pemilu pertama Gerindra menjadi peserta pemilu, waktu itu saya mengenalnya melalui iklan di TV dengan karakteristik suara teriakan elang diangkasa. Iklan tersebut begitu gagah dan menggetarkan apalagi diiringi dengan orasi yang Bapak sampaikan. Sampai detik ini ingatan tersebut masih kuat dibenak saya, seperti halnya Bapak menyampaikan tentang kemandirian pangan dan energi, membuka jutaan hektar lahan untuk pertanian dan perkebunan, mencanangkan energi terbarukan seperti bio-etanol, membuka lahan pekerjaan baru mengembalikan Indonesia sebagai macan Asia. Tahu gak Pak! Diam-diam hati saya bergetar, nasionalisme saya bangkit harapan saya tumbuh sampai-sampai sebagai seorang aktifis reformasi 98 saya melupakan bahwa Bapak itu adalah Danjen Kopassus yang bermasalah dengan pelanggaran HAM tak itu saja malah sebagai anak emas Soeharto.

Waktu itu saya masih malu-malu untuk mendukung Bapak dan Gerindra secara terbuka. Saya kira begitu juga dengan masyarakat Indonesia yang lain sehingga jangan heran kalau persentase partai Bapak masih dibawah 5%.

Benih cinta saya kepada sosok Prabowo itu mulai tumbuh saat itu namun layu seketika tatkala Bapak memutuskan berkoalisi dengan Megawati sebagai cawapres pada pemilu 2009. Saya heran apakah orasi Bapak yang menggebu-gebu sehingga membuat saya jatuh hati hanya sebagai ajang pencitraan hanyalah strategi promosi belaka? Sebab prinsip ekonomi dan politik yang Gerindra tawarkan berbeda 180 derajat dari PDI-Perjuangan yang menurut saya menerapkan ekonomi Neoliberal. Saya heran kenapa Bapak memilih untuk mempraktekkan politik pragmatis padahal Bapak menawarkan sebuah ideologi yang sudah dilupakan Bangsa ini.

Pak Prabowo yang terhormat, sebagai mantan Danjen Kopassus tentu anda sangat paham bagaimana mengintai dan menyerang, kesabaran bukanlah hal yang perlu dipertanyakan bagi prajurit khusus seperti anda. Walaupun saat ini kita sudah melihat partai Gerindra masih berusia 6 tahun dimana lima tahun praktis sebagai oposisi kini menjadi partai 3 besar pemenang pemilu sebuah prestasi mencengangkan. Kerja keras semua elemen yang tergabung dalam Partai Gerindra adalah sebuah prestasi membanggakan. Namun apakah capaian tersebut seharga dengan politik pragmatis demi kepentingan yang temporer? Cukup disayangkan Pak Prabowo, samahalnya dengan sikap-sikap politik yang anda beserta orang-orang sekeliling anda tunjukkan kepada kami. Sangat jauh dari elitis apalagi seelegan prajurit Kopassus.

Pak Prabowo yang terhormat, tahun ini saya juga menyimak iklan Bapak di TV ternyata saya merindukan orasi Bapak yang sudah tak sama seperti konten iklan tahun 2009. Malah di TV saya melihat Bapak berpuisi dengan emosi hanya untuk menyerang lawan politik yang "tak sepadan". Padahal saya rindu dengan orasi bapak yang menggetarkan jiwa. Malahan ada partai yang sedang kisruh internal gara-gara menghadiri kampanye partai Bapak, padahal saya rindu apa itu "Revolusi Putih" yang pertamakali saya tahu istilah itu dari situs resmi Partai Gerindra, walaupun sekarang saya lupa apa alamat situs itu.

Pak Prabowo yang terhormat, memanglah sosok Bapak memiliki elektabilitas yang tinggi sebagai calon presiden, namun tentu saja semua kita tahu kalau Bapak adalah Jenderal yang pernah diadili karena kasus pelanggaran HAM dan juga Bapak adalah sosok kesayangan Soeharto, seorang Presiden yang sebagian besar rakyat Indonesia masih mengidentikkannya sebagai biang permasalahan negeri ini.

Pak Prabowo, hal negatif suatu hal memang lebih mudah dikesan apalagi diingat, namun juga hal baik dari segala hal masih menarik untuk diungkapkan asalkan dengan penuh kejujuran. Seperti halnya dengan Pak Harto sosok yang memerintah selama 32 tahun tak dapat dibantah sebuah rezim yang mampu menciptakan stabilitas ekonomi, politik dan hankam. Mengejewantahkan demokrasi hanya sebagai casing pemerintahan diktator, namun saat itu kita bangga sebagai Bangsa yang disegani tak saja di Asia bahkan dunia. Negara ini memiliki tujuan dan program kerja yang jelas melalui GBHN dan REPELITA. Pertanian adalah sektor yang diprioritaskan, bahkan sang Presiden mengidentikkan diri sebagai putra petani dimana hal ini memberikan marwah yang tinggi bagi profesi tani. Walaupun dimasa akhir jabatannya petani kian dilupakan, ekonomi negara ini didikte oleh negara pendonor. Namun 16 tahun masa reformasi tak juga cukup membanggakan, begitu banyak anekdot-anekdot yang mengatakan ORBA masih lebih baik dari jaman sekarang. Fenomena ini adalah sebagai bukti kalau masyarkat sudah muak dengan kisah sedih dan buruk, namun juga tak perlulah kita sepakat agar negara kita kembali ke masa lalu, bukankah masa depan harus lebih baik?

Bagaimana halnya dengan Pak Prabowo? Daripada Bapak dan tim sibuk mengarang puisi demi memberikan kesan buruk untuk ditimpakan kepada lawan politik. Kenapa tidak disegarkan ingatan kami dimana lebih suka bermimpi tentang hal-hal indah yang tak kami dapatkan belasan tahun belakangan? Daripada kami mengingat Pak Prabowo sebagai anak emas Soeharto kenapa anda tidak membanggakan Ayahanda Prof. Soemitro "sang Begawan Ekonomi" Indonesia, atau mempersepsikan diri Pak Prabowo sebagai cucu dari anggota BPUPKI. Haruskah kami dibiarkan berdebat tentang pangkat Jenderal termuda yang anda sandang dibanding anda menunjukkan sebagai pribadi cerdas berasal dari gen unggul sebagaimana karakter keras Prof. Soemitro? Yang saya tahu orang cerdas itu memilih berdebat daripada berpuisi, atau bila anda berjiwa melankolik sekalian saja ikuti jejak SBY untuk membuat album rekaman.

Pak Prabowo yang terhormat, selain itu saya senang ketika Bapak tidak kasak-kusuk sebagaimana Capres partai lain untuk menggalang dukungan, alangkah noraknya bila hal itu juga dilakukan oleh capres dari partai besar seperti partai Bapak.

Terakhir Pak Prabowo, jangan kecewakan saya sekali lagi dengan memilih figur yang tidak pantas untuk menjadi cawapres Bapak.

Terimakasih Pak Prabowo andaikan anda berkenan membaca surat saya ini.






1 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More